Simak rekomendasi analis MNC Sekuritas bagi saham Waskita Beton Precast (WSBP)
Adapun strategi perseroan untuk mengurangi proyek turnkey menjadi tambahan sentimen positif terhadap pergerakan harga sahamnya. Saham WSBP dinilai relatif aman sebagai instrumen investasi.
Research Associate MNC Sekuritas Muhammad Rudy Setiawan mengungkapkan, pihaknya mempertahankan proyeksi kontinuitas pertumbuhan kinerja keuangan WSBP ke depan. "Laba bersih diperkirakan meningkat 16% menjadi Rp 1,39 triliun pada 2019 dibandingkan target 2018 sebesar Rp 1,2 triliun," ujarnya dalam siaran pers pada hari ini (2/1).
Rudy juga bilang, pendapatan WSBP juga diproyeksi meningkat 11,5% menjadi Rp 9,47 triliun pada 2019 dibandingkan target 2018 yang sebesar Rp 8,49 triliun.
Menurut dia, keinginan manajemen WSBP untuk menerapkan integrasi bisnis mulai dari hulu ke hilir akan berdampak terhadap kenaikan marjin keuntungan perseroan dalam jangka panjang. "Integrasi bisnis akan dilaksanakan dengan mengakuisisi perusahaan penyedia bahan baku produksi, seperti tambang pasir, produsen besi, dan lainnya," tambahnya.
WSBP juga berencana mengembangkan fasilitas laboratorium seluas 1,1 hektare di Karawang, Jawa Barat. Anak usaha Waskita ini menganggarkan dana senilai Rp 27 miliar untuk pengembangan fasilitas ini. "Dampak atas kehadiran laboratorium tersebut adalah peningkatan kualitas produk perseroan," lanjutnya.
Selain itu, WSBP juga berniat melanjutkan peningkatan kapasitas produksi beton precast menjadi 3,75 juta ton per tahun. Rudy bilang, strategi ini akan menjadikan perseroan siap dalam menghadapi tren pertumbuhan infrastruktur ke depan.
“Dengan penguatan basis bisnis dan produk perseroan, kami memperkirakan gross profit margin perseroan akan terus meningkat yang diperkirakan mulai terefleksi dalam kinerja keuangan 2018,” jelas dia.
MNC Sekuritas juga memberikan pandangan positif terhadap keinginan manajemen WSBP untuk mengurangi proyek berbasis turnkey guna menghindari kas operasional negatif. Aksi ini akan menjadi sentimen positif bagi perseroan ke depan. Kebijakan tersebut juga akan membuat kinerja keuangan dan pergerakan harga saham WSBP lebih baik ke depan.
Berbagai faktor tersebut mendorong MNC Sekuritas untuk mempertahankan rekomendasi beli WSBP dengan target harga Rp 500 per saham. "Target ini merefleksikan perkiraan Price Earning Ratio (PER) 2019 sebesar 9,44 kali dan Price to Book Value (PBV) sebesar 1,56 kali, dengan outlook positif," tutup Rudy.
Editor: Tendi
Pemerintah luncurkan SUN Rp 400 miliar
Situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menyebutkan, transaksi yang berlangsung pada Rabu (18/5) ini menggunakan SUN jenis Fixed Rate seri FR0062.
Instrumen tersebut menawarkan kupon 6,375% dengan yield 8,15%. SUN ini berstatus dapat diperdagangkan alias tradable.
FR0062 bakal jatuh tempo pada 15 April 2042. Setelmen berlangsung pada Jumat (20/5).
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Simak prediksi imbal hasil lelang SUN hari ini
Analis Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra memperkirakan jumlah penawaran yang masuk pada lelang hari ini berkisar antara Rp 40 triliun hingga Rp 50 triliun. Nilai penawaran masuk yang cukup besar akan didapati pada instrumen Surat Perbendaharaan Negara serta Obligasi Negara seri FR0077 dan FR0078.
Berdasarkan kondisi pergerakan harga SUN jelang pelaksanaan lelang, Made memproyeksikan tingkat imbal hasil yang akan dimenangkan adalah sebagai berikut:
- Surat Perbendaharaan Negara Seri SPN03190406 berkisar antara 5,84% - 5,93%;
- Surat Perbendaharaan Negara Seri SPN12200106 berkisar antara 6,06% - 6,15%;
- Obligasi Negara seri FR0077 berkisar antara 7,84% - 7,93%;
- Obligasi Negara seri FR0078 berkisar antara 7,93% - 8,03%;
- Obligasi Negara seri FR0068 berkisar antara 8,25% - 8,34%; dan
- Obligasi Negara seri FR0079 berkisar antara 8,46% - 8,56% dengan tingkat kupon 8,375%.
Sebagai informasi, pada tahun ini target penerbitan bersih Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 389 triliun. Pada kuartal I, pemerintah menargetkan penerbitan SBN melalui lelang sebesar Rp 185 triliun dari tujuh kali lelang SUN dan enam kali lelang Sukuk Negara.
Editor: Tendi
BBCA masih jawara, inilah 10 emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar
Hingga akhir pekan ini, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) masih tercatat sebagai emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar. Per Jumat (8/2), market cap BBCA mencapai Rp 674 triliun.
Menyusul di belakangnya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan kapitalisasi pasar Rp 475 triliun. Bank-bank besar yang masuk kelompok BUKU IV memang mendominasi 10 besar emiten dengan market cap terbesar. Selain BBCA dan BBRI, ada juga PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang top 10 market cap.
Sebagai catatan, 10 emiten tersebut menguasai sekitar 46,87% kapitalisasi pasar BEI. Berikut 10 emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar per Jumat (8/2) dari data statistik BEI:
Kode Emiten | Kapitalisasi Pasar (Rp triliun) |
BBCA | 674 |
BBRI | 475 |
HMSP | 436 |
TLKM | 381 |
UNVR | 380 |
BMRI | 350 |
ASII | 330 |
BBNI | 166 |
GGRM | 156 |
CPIN | 125 |
Sumber : https://investasi.kontan.co.id/news/bbca-masih-jawara-inilah-10-emiten-dengan-kapitalisasi-pasar-terbesar
Diskon besar-besaran bagi Anda yang membutuhkan jasa bersih rumah Jogja hubungi saja.
Upaya Kärcher Taklukan Pasar Indonesia
ndonesia memiliki daya tarik tersendiri bagi Kärcher. Perusahaan asal Jerman yang menjual peralatan pembersih bertekanan tinggi, peralatan perawatan lantai, sistem pembersihan suku cadang, pengolahan air cuci, peralatan dekontaminasi militer, dan pembersih debu jendela ini kian agresif untuk melakukan ekspansi, baik penambahan showroom maupun service center.
Hal ini dibuktikan dengan pembukaan Kärcher Store and Service Cente di kawasan Harco Mangga Dua, Jakarta. Menurut Mateus Bernath, Managing Director Kärcher Indonesia, pihaknya optimistis mampu meningkatkan penjualan di Indonesia, mengingat masih besarnya kebutuhan alat pembersih perkantoran maupun tempat tinggal di Tanah Air.
Di showroom ini, Kärcher menyediakan rangkaian produk-produk Kärcher terlengkap, serta sebagai pusat layanan resmi Kärcher. Menurut Michael Hardinata Direktur Utama PT Mitra Cipta Hardi Elektrindo (MCHE) --distributor utama Kärcher Indonesia, lokasi Store and Service Center ini sangat strategis, karena berada di kawasan Mangga Dua dan daerah ini sangat mudah dijangkau oleh kendaraan pribadi maupun transportasi publik.
Ia menambahkan, beroperasinya Kärcher Store and Service Center merupakan strategi untuk memperluas pasar. Store ke-15 ini berisi rangkaian produk-produk Kärcher terlengkap, serta sebagai pusat layanan resmi Kärcher, sehingga tidak hanya menawarkan produk, tapi juga solusi sesuai kebutuhan pasar. "Tahun ini, kami akan membuka Kärcher Store and Service Center di Semarang dan Surabaya. Investasinya sekitar Rp 2 miliar, itu tidak termasuk gedung," kata Michael.
Kärcher Store & Service Center ini berada di bawah naungan PT MCHE yang merupakan distributor utama Kärcher di Indonesia. Perusahaan ini mulai beroperasi tahun 1997, sebagai distributor dan pemasok perangkat mekanikal dan elektrikal yang terus mengalami pertumbuhan bisnisnya. Bahkan saat ini, telah menjadi distributor ternama dan pemain utama di pasar Indonesia.
PT MHCE telah menjadi distributor utama untuk komponen mekanikal dan elektrikal merek terkenal internasional, seperti Schneider Electric, Legrand, Karcher, Luxfit, Philips, Simon, APC, 3M, Clipsal, Honeywell, Supreme Cable, Geze dan Luxfit.
Diakui Michael, PT MHCE dipercaya sebagai pemasok untuk proyek-proyek besar properti di tanah air, diantara klien yang pernah ditangani adalah, Sinar Mas Land, Astra Daihatsu Motor, Bank Mandiri, Wilmar Group, Nestle Indonesia, Pfizer Indonesia, Indocement Gajah Tunggal Perkasa dan lain-lain. Selain itu, juga melayani konsumen dari kalangan pengecer dan ritel. "Saat ini permintaan dari pasar industri makin menguat, seiring pertumbuhan permintaan pasar rumah tangga (retail). Komposisinya 60% utuk korporat dan 40 % untuk ritel," kata Mateus.
Di Indonesia produk Kärcher ditawarkan dengan harga mulai dari Rp 1 juta untuk keperluan pembersihan rumah tangga hingga Rp 15 miliar untuk pembersihan landasan pacu bandara.
Diakui Mateus, saat ini permintaan pasar dari kalangan industri terus meningkat, sejalan dengan permintaan rumah tangga yang juga ikut meningkat. Tahun ini, meskipun politik mulai memanas pihaknya optimistis penjualan produk Kärcer sendiri tidak terpengaruh tahun politik secara langsung. Sebab kebutuhan alat-alat yang dijual merupakan hal yang dibutuhkan untuk rumah, kantor, pabrik, bahkan perusahaan jasa cleaning service.
"Tahun ini, kami optimis pertumbuhan bisnis bisa meningkat 20 % dibanding tahun sebelumnya, tanpa bersedia menyebut nilai penjualannya. Sebab tahun lalu, kami berhasil meraih penjualan sebanyak 1 juta unit,” kata Mateus.
Sumber : https://swa.co.id/swa/trends/upaya-karcher-taklukan-pasar-indonesia
Jangan lupa untuk terus membersihkan rumah Anda dengan jasa bersih rumah Jogja.
Menpar Resmikan Wonderful Startup Academy Batch II
WSA merupakan program inkubasi startup pertama di bidang pariwisata Indonesia; hasil kolaborasi antara Kemenpar, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dan International Council for Small Business (ICSB) Indonesia.
Hiramsyah Thaib, Dean of WSA, mengatakan, WSA juga mendukung salah satu program pemerintah bertajuk Program 10 Destinasi Pariwisata Prioritas yang dapat memberdayakan ekonomi masyarakat.
sari 309 pendaftar WSA batch II (naik 70 persen dari batch I), Kemenpar memilih 30 Startup terbaik untuk melakukan pelatihan. Adapun kategori yang dipakai adalah product idea, viability, prodoct attraction, uniqueness, dan market potential. “Proses validasi harus dilakukan sedini mungkin, khususnya ide, untuk memastikan bahwa ide tersebut memiliki potensi untuk terus berkembang,” ungkap Hiramsyah.
WSA batch II memiliki durasi lebih singkat dari batch I, namun lebih padat dan terarah. Program akan berjalan selama tiga bulan. Bulan pertama merupakan Creative Camp di mana peserta akan diberikan materi dengan topik Tourism Mindset, yakni seputar startup dan pengetahuan kepariwisataan.
Pada bulan kedua, program inkubasi akan masuk ke dalam topik Business Mindset dengan materi seputar validasi pelanggan, produk, marketing, dan penjualan. Kemudian, seleksi akan diseleksi kembali hingga terpilih 10 Startup .
Pada bulan ketiga, materi akan lebih fokus tentang Investment Mindset, yang akan memperkenalkan peserta dengan materi seputar investasi, serta akan demo day, hingga nantinya terpilih 3 startup terbaik.
Hiramsyah menyampaikan kepada para peserta bahwa sektor bisnis yang akantrending ke depan adalah three plus three, yakni sektor kebutuhan primer (pangan, sandang, papan), ditambah dengan sektor kesehatan, pendidikan dan hiburan. “Saat ini trennya memang masih e-commerce dan coworking space, tapi next booming adalah health, education, dan pariwisata sebagai bagian dari lifestyle dan hiburan. Jangan pilih sektor yang sudah sunset, tapi pilihlah yang berpotensi akan booming ke depan,” ungkapnya menasehati.
Arief Yahya, Menteri Pariwisata (Menpar) RI turut membuka sesi perdana WSA batch II di Jakarta, (14/1/2019). Ia menjelaskan bahwa sektor pariwisata Indonesia berhasil tumbuh 22 persen, tiga kali lipat dari pertumbuhan pasar. Hal ini bisa dicapai akibat penerapan regulasi dan teknologi yang baik. Kedua aspek ini menentukan tinggi rendahnya pertumbuhan suatu industri.
Menpar menjelaskan, sekitar 50 persen turis mancanegara merupakan generasi milenial , maka dari itu para pemain bisnis pariwisata perlu memahami karakter mereka. Menurutnya, kata kunci untuk mengenali kaum milenial adalah esteem need atau kebutuhan untuk diakui. “Milenial suka datang ke destinasi yang tidak pernah dikunjungi orang lain. Mereka tidak hanya ingin leisure, tapi juga experience,”ujar dia.
Mewujudkan hal tersebut tidak mungkin dilakukan tanpa digital. Ia yakin, digital platform dapat men-drive aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Lewat kehadiran era digital, bagi milenial , segmentasi sudah tidak lagi diperlukan. Menpar menekankan, “Kalau kita sudah bisa mengenal mereka satu per satu, mengapa harus disegmentasi?”
Arief juga membagikan tiga senjata pamungkas untuk memajukan pariwisata tahun 2019. Pertama, ordinary efforts yang terdiri dari brandng, advertising dan selling. Kedua, extraordinary efforts yang terdiri dari insentif akses, hot deals, dan Competing Destination Model (CDM). Ketiga, superextraordinary efforts, yakni border tourism, tourism hub dan low cost terminal.
Editor : Eva Martha Rahayu
Sumber : https://swa.co.id/wicf/news/menpar-resmikan-wonderful-startup-academy-batch-ii
Tenang sekarang ada jasa bersih kost Jogja untuk mahasiswa yang tinggal di Yogyakarta.
BCA: Transformasi Berlandaskan GCG
Industri perbankan, seperti juga banyak industri lain, yang terdisrupi akibat perkembangan teknologi informasi, memunculkan tantangan yang makin kompleks bagi para pemainnya. Tak peduli sebesar dan sekuat apa pun bank tersebut, pasti tak bisa menghindar dari kondisi tersebut. Bagi BCA, menurut Subur Tan, Direktur Pengelolanya, setidaknya ada tiga tantangan yang dihadapi oleh bank swasta terbesar di Indonesia ini. Pertama, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) secara dinamis terus mengeluarkan peraturan dalam rangka mengikuti perkembangan model bisnis saat ini.
Kedua, BCA juga masih terus berkompetisi secara dinamis dengan sesama bank, baik nasional maupun asing. Dan, ketiga, BCA juga harus menghadapi disrupsi digital yang membuat pengelola bank jadi bertanya-tanya dengan kehadiranfinancial technology (fintech) dan sebagainya. Kelak bank akan menjadi apa? “Kami melihat sudah muncul fintech-fintech yang sudah sangat mirip dengan layanan bank, mereka muncul sebagai jawaban untuk orang-orang yang merasa 'ribet' berurusan dengan bank,” tutur Subur Tan.
Kemudian, dari hasil focus group discussion (FGD) yang dilakukan BCA dengan nasabahnya, ketika ditanyakan, mengapa mereka memilih BCA, banyak yang menjawab karena layanan dan teknologinya. “Kalau sampai ada bank lain yang jauh lebih unggul teknologinya, bisa jadi mereka pindah,” kata Subur Tan. Namun, ada juga yang mengatakan, BCA menjadi partner dan memberi solusi buat nasabahya.
Fakta lain yang didapat dari FGD, nasabah kurang mengenal produk BCA, meskipun sudah lama diluncurkan. Nasabah tidak tahu atau tidak aware BCA punya produk itu. Ada juga yang mengatakan, mereka butuh informasi pemahaman tentang produk BCA secara merata. Mereka ini terutama mereka di daerah. “Itu beberapa hal yang kami dapatkan dari FGD,” ungkap Subur Tan.
Sementara itu, kalau melihat data transaksi di BCA, menurut Subur Tan, secara kenyataan, transaksi di cabang itu terus menurun dalam 3-5 tahun terakhir, sedangkan transaksi di luar cabang meningkat pesat sekali. “Bisa dikatakan transaksi di cabang itu tinggal 3%, sisanya 97% itu terjadi di kanal digital,” ungkapnya. Mengapa masih ada yang tiga persen itu? Dia memperkirakan, ini mungkin semacam efek dari regulasi juga, seperti kliring dalam jumlah besar, setor tunai dalam jumlah besar, kemudian pembayaran cek dan sebagainya dalam jumlah besar, itu semua masih dilakukan secara langsung di cabang karena memang aturannya di digital ada batas maksimum nilai yang boleh ditransaksikan. “Jadi, yang datang ke cabang itu bisa jadi adalah nasabah bisnis, bukan individu. Kalau nasabah individu middle ke bawah sudah pasti transaksinya di digital,” lanjut Subur Tan.
Dengan fakta-fakta tersebut, BCA memutuskan untuk mengintensifkan lagirelationship dengan nasabah, lebih dekat lagi mengenali kebutuhan mereka. Jadi, tidak cuma datang kalau mau jualan produk baru atau ada masalah. “Relationship dengan nasabah adalah keharusan, dan kami juga akan terus memperkuat kapabilitas digital kami,” Subur Tan menandaskan. Secara kapabilitas digital, BCA menyadari kini sudah ada pergeseran atau perbedaan. Dulu, layanan utama adalah di cabang, sedangkan digital atau kanal elektronik itu dianggap sebagai tools yang membantu saja. Namun, sekarang posisinya sudah terbalik, cabang hanya berfungsi sebagai tools, sedangkan layanan digital jadi layanan utamanya. “Karena itu, data analytics dari digital yang akan jadi kekuatan BCA bagaimana menggarap pasar di industri perbankan,” ia menjelaskan.
Karena itu, transformasi (model) bisnis adalah suatu keniscayaan. Bagi BCA, kata Subur Tan lagi, ini merupakan suatu tantangan dan peluang ke depan, dengan tujuan memberi keuntungan bagi semua stakeholders. Untuk itu, ia menguraikan, guna menyelaraskan dari sisi governance, rencana transformasi tersebut dicantumkan dalam rencana bisnis BCA yang diajukan oleh direksi dan disetujui oleh dewan komisaris. BCA juga menyiapkan infrastruktur untuk menunjang transformasi bisnis tersebut, baik dari sisi SDM maupun delivery channel. Selain itu, dalam hal comply dengan good governance, BCA juga punya sistem untuk memastikan setiap unit bisnis melakukan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan prinsip-prinsip dalam Good Corporate Governance(GCG) yang sudah ditetapkan oleh perusahaan.
Banyaknya regulasi baru di industri perbankan saat ini yang harus diikuti, serta tantangan dan peluang dengan semakin berkembangnya teknologi digital, menyebabkan proses kerja BCA berubah. Menurut Subur Tan, BCA harus menyiapkan segala tools, produk, dan SDM untuk melayani nasabah yang telah berubah preferensi dan habit-nya. Namun, “Mengubah proses bisnis akan menimbulkan risiko baru, atau juga meningkatkan risiko yang sudah ada,” katanya. Misalnya, di operasional transaksi, karena transaksi online meningkat, ada risiko mulai dari pengembangan hingga operasional. “Jadi, kami harus bisa melakukan mitigasi risiko tersebut,” Subur Tan menegaskan.
Berikutnya, kalau sudah diimplementasikan, bagaimana melakukan review danmonitoring: Apakah produk atau aktivitas tersebut sudah sesuai target? Apakah muncul risiko baru lagi? Tujuannya, untuk pengembangan produknya lebih lanjut. Terkait manajemen risiko, kata Subur Tan, BCA mempunyai beberapa alat pemantauan, seperti risk control self assessment (RCSA) dan security monitoring center (SMC). Dari sisi comply, juga ada yang memantau transaksi mencurigakan. “Jadi, kami melakukan risk management proaktif,” Subur Tan menandaskan.
Dalam konteks compliance, fungsinya adalah mengkaji produk atau aktivitas baru itu dalam transformasi bisnis agar comply terhadap ketentuan yang berlaku. Nah, secara proaktif itu ada pencegahan dan perbaikan. Untuk pencegahan, dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan kesadaran insan BCA mengenai kepatuhan terhadap regulasi, antara lain dengan mengadakan sosialisasi dan pelatihan. Dengan pertambahan regulasi dari pemerintah yang begitu cepat, agar proses bisnis tetap bisa berjalan lancar, secara berkala dilakukan review terhadap kebijakan dan prosedur di BCA. “Jadi, kami selalu pastikan agar produk dan ketentuannya bareng keluarnya. Jangan sampai produknya sudah jadi, ketentuannya belum siap,” tutur Subur Tan.
Terkait dengan penilaian terhadap penerapan prinsip-prinsip GCG dalam mengelola transformasi (model) bisnis, Indonesia Intitute for Corporate Governance (IICG) dan majalah SWA menggunakan tiga aspek dan indikator. Pertama, struktur tata kelola (governance structure), yakni menilai kecukupan struktur dan infrastruktur transformasi model bisnis dalam mengelola perusahaan, meliputi struktur tata kelola perusahaan dan kebijakan tata kelola perusahaan. Kedua, proses tata kelola (governance process), yakni penilaian terhadap sistem mekanisme dalam mengelola transformasi. Dan, ketiga, hasil tata kelola (governance outcome), yakni menilai kualitas output, hasil, dampak, dan manfaat dari mengelola transformasi tersebut. Hasilnya, dari aspek struktur governansi, BCA meraih skor 22,84 (bobot 25,75%), aspek proses governansi 38,23 (43%), dan aspek hasil governansi 27,98 (31,25%), sehingga skor toalnya 89,05, yang berarti meraih predikat “Most Trusted Company”, atau Sangat Terpercaya”.
Subur Tan menegaskan, transformasi bisnis yang dilakukan BCA itu bertujuan memperkuat layanan secara nasional dan terintegrasi. Sehingga, layanan kepada nasabah melalui cabang dan kanal digital tetap diperkuat. “Kami berharap tetap memiliki funding pool yang kompetitif dari sisi cost of fund-nya, sehingga itu mendorong kami untuk tetap bisa mendukung bisnis kredit korporasi maupun kredit konsumer,” katanya. (*)
Kusnan M. Djawahir dan Arie Liliyah
Sumber : https://swa.co.id/business-champions/companies/companies-good-corporate-governance/bca-transformasi-berlandaskan-gcg
Hubungi jasa bersih rumah Jogja dan cleaning service jogja jika Anda membutuhkan jasa itu.
Kolaborasi Sejoli Anita-Widy Kembangkan Mineral Botanica
Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Ungkapan itu tepat menggambarkan sosok Anita Loeki, putri Ponedi Loeki, pengusaha kosmetik (PT Continental Cosmetics) dari Bandung, yang selama lebih dari tujuh tahun mengembara ke Los Angeles, Amerika Serikat, untuk kuliah, berkeluarga, sekaligus berbisnis.
Tahun 2010, Anita kembali ke Tanah Air meneruskan bisnis keluarga. “Papa saya jatuh sakit. Sejak 2008 kami sudah diminta pulang membantu meneruskan usahanya,” ungkap Anita yang tergerak melanjutkan bisnis sang ayah yang sudah dilakoni lebih dari 35 tahun. Kebetulan, saat itu kondisi ekonomi di AS memburuk, sementara peluang bisnis di Indonesia justru terbuka luas. “Maka, selama dua tahun itu kami serius menggodok produk kosmetik baru yang akan kami kembangkan di Indonesia,” cerita kelahiran 1 Maret 1980 ini, mengenang kejadian delapan tahun lalu.
Anita dan suami, Widy Susindra, pun berbagi tugas. Sang suami, yang menguasai bisnis sekaligus pencinta buku, mulai meriset ramuan produk dari berbagai sumber: buku, Internet, dan pasar. Adapun Anita menggali dari sisi konsep produk dan kreatifnya. Diakui Anita, kendati latar belakang mereka jauh dari industri kosmetik --ia seorang akuntan, sedangkan sang suami pebisnis ritel dan apparel-- ternyata dunia baru ini cukup menggairahkan dirinya dan sang suami. Ditambah masukan dari ayahnya yang memiliki banyak pengalaman kerjasama dengan merek kosmetik ternama masa dulu, seperti Sara Lee, Beleza, dan Sophie Martin, pasangan suami-istri ini pun yakin dengan pilihannya: membangun merek kosmetik sendiri di Indonesia.
Yang menarik dalam proses penggodokan tersebut, mereka menemukan pilihan ekstrak yang dapat digunakan untuk kosmetiknya berasal dari pohon baobab. Pohon asal Afrika ini punya sejarah luar biasa, bisa hidup beratus-ratus tahun. “Kandungan ekstrak pohon baobab dalam kosmetik yang kami pilih menegaskan bahwa produk kami alami, natural. Memang, kami ingin kosmetik kami aman dan benar-benar memperhatikan lingkungan,” papar Anita yang percaya bahwa konsep produk harus dirancang dari awal. “Kami ingin membuat produk kosmetik yang berkelanjutan, bukan sekadar produk hit and run. Jadi, kosmetik kami harus bisa dikembangkan dan ada experiental-nya,” katanya dengan menggebu-gebu.
Bagaimana dengan tugas suami mempelajari pasar kosmetik di Indonesia? Ada beberapa temuan menarik. Misalnya, bahwa sertifikasi halal itu mutlak penting di industri kosmetik. Itu sebabnya, sejak awal produk digarap, pengajuan sertifikasi halal juga dilakukan. Sehingga, kendati belum lama di pasaran, Mineral Botanica sudah mendapatkan sertifikasi halal. Selain itu, faktor harga juga sangat menentukan bagi jenis produk yang disasarkan kepada kelas menengah. Itu sebabnya pula, produk mereka sengaja hanya bermain di harga Rp 60 ribu-200 ribu. “Kalaupun nanti akan dikembangkan produk premium, kami akan buatkan kategori baru. Tapi secara prinsip, basic kami menyasar kelas menengah,” kata Anita yang ingin fokus pada target pasar usia 16-35 tahun.
Ia menambahkan, soal penamaan merek juga membutuhkan pertimbangan penting. Nama merek adalah ekspresi visi dan misi perusahaan. Dan, pilihannya jatuh pada Mineral Botanica atas dasar persepsi positif, aman, dan memperhatikan lingkungan dari konsumen. “Memang kami ingin produk kami dari alam, natural,” ujar Anita yang mulai memproduksi kosmetik secara masal tahun 2014.
Masih terkait dengan visi Anita dan Widy, keduanya sengaja mendefinisikan kosmetiknya sebagai produk inovasi. Mengapa? Menurut Widy, kosmetik adalah produk teknologi. Bagaimanapun, bicara tentang teknologi tidak akan lepas dari inovasi. Bahkan, inovasi menjadi motor perkembangan teknologi. Itu sebabnya, Mineral Botanica berkomitmen akan menggunakan pendekatan inovasi dalam setiap langkahnya demi menjamin kelangsungan hidupnya. Hal yang sama juga mereka saksikan di industri kosmetik di banyak negara. “Inovasi menjadi kekuatan sekaligus daya saing perusahaan-perusahaan kosmetik yang pernah kami kunjungi,” katanya tandas. Yang penting, meskipun
fokus pada teknologi terbaru, kebutuhan produk dasar (bahan baku) Mineral Botanica tetap mengutamakan penggunaan mineral dan sari tumbuhan sebagai zat aktif yang alami, natural.
Setelah empat tahun berjalan, Anita mengaku senang secara umum konsep Mineral Botanica berhasil diterima pasar. Pabrik mulai beroperasi dengan baik. Berkat Mineral Botanica, pabrik yang berlokasi di Bandung, yang sempat terhenti produksi, kini kembali menampakkan denyutnya. Bahkan gara-gara keberadaan Mineral Botanica, kini banyak maklun baru yang berdatangan.
Penjualan menunjukkan tren meningkat pesat. Anita enggan menyebutkan besarannya, tetapi menurutnya, setiap tahun peningkatannya dua digit. Terutama produk lipstik, rupanya sudah mendapatkan konsumen-konsumen loyal. “Lispstik kami banyak dicari. Bahkan, ada beberapa varian yang kehabisan stok,” ungkapnya dengan gembira.
Bagi mereka, yang penting, distribusi terjaga. Dalam hal ini, diakui Anita, dukungan relasi sang ayah dengan distributor dan ritel daerah sangat membantu. Hubungan baik sang ayah ini mereka manfaatkan untuk membangun sistem distribusi Mineral Botanica, terutama untuk pasar pinggiran di luar kota besar. “Di kota besar Jakarta biayanya besar, sehingga kami gerilya dulu,” ungkap Widy yang puas dengan serapan pasar di wilayah pinggiran.
Langkah selanjutnya, Mineral Botanica kini mulai berani melakukan eskposure dan bersedia unjuk diri. Sejak 2018, Mineral Botanica menggunakan bloggerdan berjualan online. Lalu, membangun kerjasama dengan modern trade,seperti Watson dan Guardian. Mineral Botanica pun sudah mempunyai gerai sendiri di Centro, Aeon, dan menyusul Metro dan Sogo. “Pokoknya, pada 2019 kami mau repositioning dan ingin tampil menarik perhatian lagi,” demikian tekad Anita.
Diakui Widy, industri kosmetik itu susah-susah gampang. Secara bisnis, ada beberapa masalah dengan model bisnis contract manufacturing yang sangat bergantung pada pelanggan. Beruntung, Mineral Botanica dibekali dengan pabrik yang sudah mempunyai beberapa formula unggulan, sehingga sekarang berani mencoba membuat brand sebagai legacy.
Selain itu, sang ayah yang sudah malang-melintang di industri kosmetik dan punya banyak teman pengusaha dari berbagai negara di Eropa mengajarkan pentingnya membangun pertemanan dan kolaborasi. Dengan kerjasama dan sinergi, sang ayah percaya, bisnis akan menjadi lebih besar dan powerful.
Itu sebabnya, tahun lalu Mineral Botanica menjalin kerjasama dengan batik Alleira. Dalam rangka menyambut Hari Batik Nasional, 2 Oktober 2018, keduanya mengembangkan produk eksklusif lipstik yang didesain khusus dengan mengusung tema Legacy of Beauty, yaitu motif batik Cinta Abadi yang cantik. Motif tersebut tercipta dari perpaduan motif sulur bunga dipadu dengan motif mega mendung serta bunga khas Alleira yang menjadi orisinalitas motif batik miliknya. “Kami ingin memberikan pesan kepada pencinta make-up bahwa mereka bisa juga menjadi penerus warisan budaya bangsa dengan mengenal motif batik dan salah satunya yang ada di kemasan lipstik Mineral Botanica ini,” kata Juliana Mihardja, mitra kerjasama Mineral Botanica-Alleira.
Melihat respons yang bagus tersebut, Anita percaya, kerjasama akan membesarkan Mineral Botanica. Maka, ia pun akan terus melanjutkan kerjasama, mengembangkan varian-varian kosmetik baru yang relevan dan signifikan dengan produknya. Ia optimistis, kerjasama saat ini akan meningkatkan reputasi dan penjualan Alleira serta Mineral Botanica.(*)
Dyah Hasto Palupi
Sumber : https://swa.co.id/swa/trends/marketing/kolaborasi-sejoli-anita-widy-kembangkan-mineral-botanica
Saat capek bersih-bersih rumah, panggil saja jasa bersih rumah Jogja
Bintang di Balik Layar Percepatan Infrastruktur
Bukan rahasia lagi, dalam empat tahun ini perkembangan infrastruktur di Indonesia cukup bagus, mulai dari bidang infrastruktur transportasi, energi, hingga pengadaan air bersih. Pembangun infrastruktur) bak tancap gas. Namun, tampaknya tak banyak yang tahu, di balik pesatnya perkembangan infrastruktur ada peran penting dari lembaga dan sosok orang. Lembaga yang dimaksud, salah satunya, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) yang bisnisnya memberi guarantee untuk proyek-proyek infrastruktur.
Pada era-era sebelumnya, banyak investor enggan melirik proyek infrastruktur karena ragu apakah kelak proyek investasi mereka dibayar atau tidak. Investor sangat hati-hati karena bisnis ini butuh modal sangat besar dengan Return on Investment (ROI) yang lama –break even point (BEP) bisa di atas delapan tahun.
Nah, keraguan itulah yang kemudian dijawab dengan hadirnya PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dengan menggaransi (memberikan jaminan) pada proyek-proyek infrastruktur sehingga investor mau berinvestasi. “Kami ditugaskan untuk membantu mempercepat pembangunan infrastruktur dengan memberikan penjaminan berupa sovereign guarantee kepada proyek-proyek infrastruktur yang melibatkan swasta, dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU),” ungkap Armand Hermawan, Direktur Utama PII.
Tak mengherankan, karena perannya itu, BUMN yang satu ini sejak berdirinya amat sibuk membidani lahirnya proyek-proyek infrastruktur baru. Dan kalau bicara PII, tentu saja tak lepas dari sosok Armand yang sejak awal ikut membidani lahirnya BUMN ini --dari awal PII berdiri hingga 2017, Armand merupakan Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PII. “Tugas saya sekarang sebagai CEO, menakhodai agar perusahaan bisa melaksanakan mandatnya dengan benar. Sebagai korporasi, kami harus make sure ada proyek infrastruktur yang bisa kami percepat. Juga, make sure penjaminan yang kami berikan betul-betul bermanfaat bagi swasta sehingga mau berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur,” kata lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran (Bandung) dan Master of Commerce and Management dari University of Lincoln (Selandia Baru) ini.
Diam-diam Armand dan timnya memang tancap gas dalam memberikan pinjaminan agar pembangunan infrastruktur makin semarak. Setidaknya, sudah ada 19 proyek yang dijamin PII, mulai dari sektor listrik, air, jalan tol, jalan non-tol, kereta api, rumah sakit, pelabuhan, bandara, hingga telekomunikasi (termasuk satelit); bahkan sedang merencanakan penjaminan pembangunan lembaga pemasyarakatan (lapas). “Lapas bisa juga dibangun dengan mengajak swasta. Jadi, yang membuat bangunan, memasang CCTV, membuat katering untuk napi ialah swasta. Nanti pemerintah bayar cicilan. Lalu, apa yang dijamin di PII? Kalau pemerintah gagal bayar cicilan tadi, kami yang jamin,” Armand menerangkan. Pesatnya perkembangan PII juga tampak dari total nilai proyek yang melibatkannya yang sudah mencapai Rp 200 triliun dan nilai penjaminannya yang sudah menyentuh Rp 45 triliun.
Dalam hal ini, PII memang tak sembarang memberikan jaminan. Jaminan hanya diberikan ke proyek infrastruktur yang memang layak. Layak di sini biasanya dilihat dari Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR). ”Kami bukan untuk membuat proyek tidak layak menjadi layak, tapi membuat proyek yang layak menjadi dapat dikerjasamakan,” katanya. Selain itu, yang dijamin adalah risiko yang bersumber dari pemerintah. “Kalau risiko yang bersumber dari swasta, seperti kesalahan desain, karyawan kurang kompeten, dan lain-lain, itu tidak kami jamin. Tapi, risiko dari pemerintah, misalnya perubahan regulasi, nasionalisasi, atau ada pengadaan tanah, itu kami jamin,” kata pria yang lama berkarier di PT Indosat Tbk. ini.
Untuk biaya jaminan atau guarantee fee yang ditarik dari proyek yang dijamin, PII berusaha menetapkannya dengan bijaksana agar tidak membebani. “Kalau terlalu mahal, akan memengaruhi harga service ke masyarakat. Misalnya, sayacharge ke investor yang mau berinvestasi membangun proyek air bersih dengan harga tinggi, nanti airnya itu ketika dijual ke masyarakat akan jadi mahal. Jadi, kami harus bijak soal guarantee fee ini,” ungkap Armand. Namun, di sisi lain PII tentu harus tetap mendapatkan fee yang baik karena fee ini memang merupakan revenue utama PII. Lebih-lebih sebagai BUMN, PII pun dituntut untuk bisa profitable.
Ke depan, tantangan Armand dan tim di PII memang masih sangat besar. Menurutnya, konsep pembangunan infrastruktur dengan pola KPBU masih belum banyak dipahami kalangan pemerintah daerah dan swasta, sehingga pihaknya terus berkeliling melakukan sosialisasi sekaligus mencari proyek untuk dikembangkan dan diberi penjaminan. Tantangan lain, memperkuat organisasi internal dan SDM PII. “Tidak banyak di market profesional yang punya kapabilitas dan passion di infrastruktur. Penambahan pipeline jumlah proyek tidak serta-merta diikuti dengan penambahan SDM di market. Karena itu, kami harus punya peran pengembangan di sana,” kata Armand.(*)
Sudarmadi & Nisrina Salma
Sumber : https://swa.co.id/swa/trends/economic-issues/bintang-di-balik-layar-percepatan-infrastruktur
Jika kalian ingin mencari jasa bersih kost Jogja silahkan untuk mencari di google
Smith Men Supply, Mulusnya Bisnis Rambut Klimis Michael Hartono
oleh jadi, Michael Hartono dan teman-teman hanya memenuhi tugas ketika menginisiasi pembuatan pomade dan menyusun strategi pemasaran enam tahun lalu (2013). Namun realitasnya, latihan bisnis yang mereka dapatkan saat kuliah semester III di Prasetiya Mulya Business School itu telah membuka mata sekaligus jalan untuk mewujudkan cita-cita menjadi pengusaha.
Mereka --tiga dari 10 orang yang tergabung dalam kelompok tugas-- sepakat melanjutkan bisnis pomade dan berkomitmen membesarkannya. “Karena, kami melihat peluang besar dari bisnis untuk membuat rambut tetap stylish dan gaya,” ujar Michael yang kemudian ditunjuk sebagai CEO PT Smith Indonesia Jaya.
Produk pomade perusahaan tersebut dinamai Smith Men Supply (Smith Pomade). Menurut Michael, pasar produk berbahan minyak kelapa, wax, lanolin, dan wewangian yang mulai dikenal pada 1990-an ini memang masih terbuka sangat lebar. Di pasaran, hampir tidak ada merek lokal yang beredar. Kebanyakan produk impor yang mahal harganya. “Jadi, sejak awal produk kami terserap sangat baik,” lanjutnya, bangga.
Diungkapkan pria yang lahir di Jakarta pada 25 Desember 1992 ini, pertimbangan yang digunakan saat meluncurkan Smith Men Supply memang murni pemasaran. Pasalnya, mereka saat itu kuliah di sekolah bisnis, bukan belajar kimia. Jadi, ketika melihat pasar pomade relatif kosong, mereka beramai-ramai mencari tahu di internet, bagaimana cara membuatnya dan di mana mencari bahan-bahannya.
“Dari sana kami mengetahui bahan-bahannya dan mulai mencari bahan-bahan tersebut. Setelah itu, kami melakukan percobaan,” kata Michael yang berkali-kali melakukan percobaan hingga menemukan formula yang pas, baik soal kepekatan, aroma, maupun penampakannya. “Percobaan ini dilakukan selama kurang-lebih lima bulan,” lanjutnya. Produk yang pertama kali diluncurkan adalah pomade oil-based.
Setelah enam tahun berjalan, kini Smith Men Supply sudah memiliki enam jenis produk, yakni oil-based pomade (Bold Hold, Premium Medium, dan Fine Shine) yang dibanderol Rp 95.000 per kaleng, water-based pomade (Dapper Spatter) dengan harga Rp 100.000 per kaleng, hair wax (Black Jack, Rp 70.000 per kaleng), dan Smith premium (Clayton, Rp 160.000 per kaleng). “Tahun ini kami akan meluncurkan produk baru, yaitu tisu basah untuk muka dan hair powder,” ungkap Michael yang terus melakukan inovasi dan pengembangan.
Bagi Michael, perusahaannya memang tidak akan difokuskan hanya memproduksi pomade. “Sejak awal kami ingin menghilangkan image bahwa kami jualan pomade saja,” katanya tegas. Ke depan, pihaknya ingin menyediakan produk perawatan untuk laki-laki, dari ujung kaki hingga ujung rambut. Pihaknya selalu melihat tren rambut akan ke mana, itu yang jadi pedoman. Misalnya, Michael dan tim kini mulai mengonsep produk sampo dan sabun khusus pria. Lalu, hair powder, misalnya, dibuat karena tren sekarang orang seperti tidak memakai apa-apa, tetapi sebenarnya menggunakan hair powder.
“Kami juga melihat kondisi, seperti di Indonesia itu panas dan banyak pengendara motor yang membutuhkan tisu basah untuk mengelap wajah agar segar kembali,” ungkap Michael. Semua itu menjadi bahan pengembangan dan inovasi. “Kami juga sering mengikuti pameran di luar negeri, terakhir kami ikut di Hong Kong. Kami datang hanya untuk mencari informasi, seperti apa sih tren di luar negeri,” lanjutnya. Hal itu, katanya, untuk memperkaya pengalaman juga.
Lalu, bagaimana langkah pemasaran yang dijalankan? Pertama, meningkatkanbrand awareness. “Kami rajin ikut pameran dan mengunjungi barberbox agar dapat meningkatkan brand awareness,” kata Michael.
Kedua, melakukan penjualan B to B, yakni menjalin kerjasama denganbarberbox agar menggunakan dan menjual produk pomade yang dibuatnya. Cara ini ditempuh agar mempercepat persebaran produk sekaligus pengenalan produk. Sebagai kekuatan dan daya saing produk, Smith Men Supply diperkenalkan sebagai pomade yang menggunakan bahan-bahan natural, tidak memakai bahan kimia sama sekali. Sampai sekarang pun masih menggunakan bahan-bahan natural.
Tentu, tidak semua murni menggunakan bahan natural. Pada produk-produk barunya, seperti hair wax dan pomade water-based, ada sedikit bahan kimia yang dicampur. “Tapi kami menjamin aman. Apalagi, produk-produk kami juga sudah lolos di BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan),” ia menerangkan.
Ketiga, memlih target pasar anak muda (termasuk eskekutif muda). Alasannya, selain pasar anak muda itu besar, juga potensi pengguna pomade adalah kalangan mereka. Itu sebabnya pula, dari segi penamaan juga mengacu pada mereka. “Kami ambil konsep dandy,” ujar Michael. Kebetulan, mitranya di bagian pemasaran menemukan ada novelis dari Inggris yang berhasil membuat karakter tokoh dandy bernama Smith. “Jadilah nama itu yang kami gunakan,” ceritanya.
Masih berkorelasi dengan anak muda, media promosi yang digunakan pun yang akrab dengan anak muda, yaitu media sosial. Itu sebabnya, Smith Pomade sering menggunakan medsos, memakai endorser, dan mengikuti bazar. “Berbagai karakter yang sesuai dengan anak muda kami ikuti,” katanya lagi.
Tak hanya melalui medsos, cara pemasaran konvensional dilakoni pula. Kini, pemasaran Smith Pomade sudah hampir ke seluruh Indonesia. Merek ini telah memiliki puluhan rekanan barbershop, ratusan reseller, dan 11 distributor resmi di 30 provinsi. Tak hanya itu, sejumlah gerai ritel, seperti Aeon, Ranch Market, Farmers Market, The Food Hall, dan Guardian, turut memasarkannya. Bahkan, Smith Pomade juga sudah diekspor ke Malaysia dan Singapura. Ekspor ke Negeri Singa sudah masuk tahun ketiga.
Luasnya pasar pomade yang dirambah Smith Men Supply membuat merek ini memimpin pasar pomade dalam negeri saat ini. Dengan didukung oleh 12 karyawan dan produksi sebesar 6.000-10.000 ribu kaleng untuk semua varian per tahun, Smith Pomade dengan mantap menggeser produk pomade impor yang sebelumnya merajai pasar Indonesia.
Ke depan, Michael akan terus meningkatkan omset dan pertumbuhan penjualan, melebihi tahun lalu. Pada 2018 omsetnya Rp 4,5 miliar dengan pertumbuhan penjualan 20 persen.
Reportase: Sri Niken Handayani
www.swa.co.id
Sumber : https://swa.co.id/swa/trends/marketing/smith-men-supply-mulusnya-bisnis-rambut-klimis-michael-hartono
Tgl. Akses : 10-02-2019
Update App
-
▼
2019
(809)
-
▼
February
(13)
- Jasa Bersih Kost Bandung Bebas Sampah
- Upaya Kärcher Taklukan Pasar Indonesia
- Simak rekomendasi analis MNC Sekuritas bagi saham ...
- Simak rekomendasi analis MNC Sekuritas bagi saham ...
- Pemerintah luncurkan SUN Rp 400 miliar
- Simak prediksi imbal hasil lelang SUN hari ini
- BBCA masih jawara, inilah 10 emiten dengan kapital...
- Upaya Kärcher Taklukan Pasar Indonesia
- Menpar Resmikan Wonderful Startup Academy Batch II
- BCA: Transformasi Berlandaskan GCG
- Kolaborasi Sejoli Anita-Widy Kembangkan Mineral Bo...
- Bintang di Balik Layar Percepatan Infrastruktur
- Smith Men Supply, Mulusnya Bisnis Rambut Klimis Mi...
-
▼
February
(13)