Sebagai daerah tujuan wisata utama di Indonesia dan menjadi salah satu destinasi tujuan wisata dunia, pariwisata menjadi lokomotif ekonomi Bali berkat keindahan alam dan seni budaya serta keramahtamahan penduduknya yang menyumbang 40% devisa negara yang diperoleh dari sektor pariwisata.
Ekonomi Bali di tahun 2018 mengalami akselerasi kinerja dengan tumbuh sebesar 6,35% (yoy/year on year), lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,57% (yoy). Kinerja ekonomi Bali pada triwulan I 2019 diprakirakan tetap tumbuh kuat, dengan kisaran 6,10%-6,50% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (triwulan I 2018) sebesar 5,75% (yoy).
Dinamika inflasi Bali selama 5 tahun terakhir (2014 s/d 2018) menunjukkan bahwa inflasi Bali relatif lebih rendah dibanding inflasi nasional. Rata-rata inflasi Bali selama 5 tahun terakhir tercatat sebesar 4,17% (yoy), lebih rendah dibandingkan rata-rata realisasi inflasi Nasional pada periode yang sama, yang sebesar 4,29% (yoy). Inflasi Bali pada Maret 2019 tercatat sebesar 1,85% (yoy), dan hingga akhir tahun 2019 diperkirakan terjaga sesuai target pada kisaran 3,5 + 1%.
Sejumlah tantangan dihadapi ekonomi Bali ke depan, antara lain tingginya ketergantungan ekonomi Bali pada bidang usaha pariwisata, turunnya kualitas wisman serta tingginya alih fungsi lahan. Pada saat yang sama hampir semua wilayah di Pulau Bali melakukan pembangunan yang berorientasi pada sektor wisata. Orientasi masyarakat di Bali telah berubah dari yang semula merupakan masyarakat agraris dengan mata pencaharian sebagai petani menjadi masyarakat pelaku penyedia tempat wisata.
"KPw BI Provinsi Bali berupaya meningkatkan produksi dan kapasitas UMKM yang berpotensi ekspor atau berpotensi menunjang sektor pariwisata. Salah satunya adalah pengembangan gula semut di Jembrana dan desa wisata Tampaksiring", ujar Causa Iman Karana, Kepala KPwBI Bali disela-sela Lokakarya Kebanksentralan dan Kehumasan Bank Indonesia Wilayah Propinsi Bali yang diselenggarak di Yogyakarta, 26 - 28 April 2019.
Gula semut (gula kristal), gula merah versi bubuk yang memiliki rasa dan aroma yang khas dari nira dengan harga jual yang lebih tinggi dan luwes pemakaiannya dibandingkan gula cetak dan lebih mudah penyimpannya serta memiliki umur simpan lebih lama.
Industri gula semut atau gula merah bubuk di dalam negeri mampu menghasilkan produk yang diminati pasar internasional. Meski pengolahannya masih banyak dilakukan secara konvensional, namun produk gula semut telah berhasil menembus pasar ekspor ke beberapa negara seperti Amerika, Eropa, Srilanka, Australia dan Jepang.
Oleh karena itu, KPwBI Provinsi Bali mulai mengidentifikasi pengembangan gula semut di Desa Pendem, Jembrana. Kelompok Mawar Bali, terdiri dari petani gula kelapa sejumlah 20 orang yang berada di sekitar Bukit Mawar, Desa Pendem, Jembrana akan dibina oleh KPwBI Provinsi Bali untuk menghasilkan produk gula semut berkualitas ekspor.
Untuk itu, petani gula kelapa tersebut diajak mengikuti kunjungan belajar ke Yogyakarta. Kunjungan belajar ke Yogyakarta selain untuk meningkatkan produksi, juga melihat peluang pasar untuk ekspor. Hasil ini diharapkan dapat berdampingan dengan hilirisasi produk coklat dan kopi.
"Selain gula semut, KPwBI Provinsi Bali juga akan mengembangkan Desa Wisata Tampaksiring. Pemilihan Desa Tampaksiring mengingat lokasinya tidak jauh dengan Klaster Padi Pulagan yang merupakan binaan KPwBI Provinsi Bali", tambah Causa.
Desa Tampaksiring juga memiliki objek wisata Pura Tirta Empul dan Istana Presiden. Tampaksiring mempunyai potensi seni, adat dan budaya yang masih kental. Ditunjang dengan potensi sumber daya alam dan potensi kerajinan yang berkualitas ekspor, pengembangan Desa Wisata Tampaksiring akan dibuat terintegrasi dengan agrowisata Pulagan.
kost anda kotor dan tidak sempat membersihkannya? serahkan kepada kami jasa bersih kos jogja