Selama 2017 PT Inalum melakukan tranformasi model bisnis besar-besaran. Selain menjadi holding BUMN industri pertambangan yang membawahkan PT Aneka Tambang Tbk., PT Bukit Asam Tbk., PT Timah Tbk., dan PT Freeport Indonesia, holding BUMN yang dikomandani Budi Gunadi Sadikin ini juga berhasil meningkatkan kepemilikan saham di Freeport dari 9,36% menjadi 51,23%. Berikut ini perjalanan Inalum melakukan tranformasi.
Salah satu upaya menjamin pertumbuhan dan keberlanjutan perusahaan adalah melakukan transformasi melalui perubahan model bisnis. Hal ini dilakukan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau PT Inalum agar selalu adaptif dengan perkembangan zaman. Maklumlah, perusahaan ini tergolong barisan perusahaan lama yang memiliki sejarah panjang; dari masa kolonial Belanda hingga pada 6 Januari 1976 Pemerintah Republik Indonesia dan Nippon Asahan Alumunium Co. Ltd. (NAA) menandatangani perjanjian pembentukan perusahaan patungan bernama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).
Dalam perjalanan waktu, tepatnya pada 19 Desember 2013, dilakukan penandatanganan perjanjian pengalihan saham PT Inalum dari NAA kepada Pemerintah Indonesia. Di 21 April 2014, Menteri BUMN melalui PP No. 26 tahun 2014 menjadikan Inalum sebagai perusahaan perseroan sekaligus meresmikan status Inalum sebagai BUMN. Selanjutnya, pada 27 Januari 2015 dilakukangroundbreaking beberapa proyek strategis BUMN di Sumatera Utara, termasuk proyek diversifikasi milik Inalum oleh Presiden Joko Widodo.
Puncak titik balik kebangkitan Inalum terjadi pada awal 2017, yaitu ketika berhasil memproduksi pertama kali aluminium billet dan foundry alloy. Selanjutnya, pada November 2017, dibentuklah holding BUMN industri pertambangan yang ditandai dengan penandatanganan akta pengalihan saham seri B yang terdiri dari PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. sebesar 65%, PT Bukit Asam Tbk. sebesar 65,02%, PT Timah Tbk. sebesar 65%, serta 9,36% saham PT Freeport Indonesia yang dimiliki oleh pemerintah kepada PT Inalum. “Di sinilah terjadi perubahan model bisnis yang signifikan,” ujar Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama PT Inalum (Persero) saat presentasi dalam penjurianGood Corporate Governance (GCG) yang digelar majalah SWA pada awal November 2018.
PT Inalum juga berhasil menyelesaikan tugas dari Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kepemilikan saham Inalum di Freeport dari 9,36% menjadi 51,23%. Setelah menjadi holding company, BUMN ini berhasil menerbitkanglobal bond senilai US$ 4 miliar yang dipergunakan untuk pelunasan divestasi saham Freeport pada akhir Desember 2018.
Menurut Budi, ada beberapa alasan dibentuknya holding BUMN. Pertama, adanya penguasan asing/swasta terhadap cadangan mineral dan batu bara (minerba); sumber daya dan cadangan batu bara negara besar, tetapi mayoritas cadangan dan sumber produksi masih dikuasai asing/swasta. Kedua, nilai tambah produk kurang optimal karena peningkatan nilai tambah dari sumber daya alam minerba yang diproduksi belum optimal –minimnya penjualan produk hilir dari bisnis penambangan Indonesia.
Ketiga, kapasitas pendanaan terbatas, yaitu adanya keterbatasan kapasitas dan kemampuan pendanaan BUMN pertambangan untuk melakukan investasi terkait proyek strategis ke depan. Keempat, skala perusahaan kurang kompetitif, yaitu skala bisnis BUMN pertambangan relatif masih lebih rendah dibandingkan perusahaan tambang domestik ataupun regional. Kelima, fokus bisnis terkonsentrasi pada komoditas tertentu; masing-masing BUMN pertambangan masih fokus pada satu atau beberapa komoditas sehingga lebih rentan terhadap fluktuasi harga komoditas.
Nah, dalam membuat model tata kelola perusahaan, PT Inalum bukan hanya ingin sebagai investor yang selama ini dilakukan oleh Kementerian BUMN, tetapi ingin juga terlibat dalam beberapa keputusan yang strategis. Maka, agar tingkat keterlibatan holding pada bisnis bertambah, Budi menyadari, perlu strategi, modal, kontrol, kapabilitas, dan identitas yang tegas yang diterapkan pada manajemen keuangan, manajemen strategi, manajemen aktif, dan keterlibatan secara operasional.
Budi mencontohkan strategi dalam manajemen keuangan. Pihaknya memberikan panduan terbatas dan lebih fokus pada kinerja keuangan. Lalu, strategi untuk manajemen strategis, ia menetapkan strategi korporatdan persetujuan inisiatif strategis. Untuk strategi manajemen aktif, Budi pun menetapkan strategi korporat dan memimpin inisiatif strategis, seperti manajemen stakeholders. Yang terakhir, strategi untuk terlibat secara operasional, Inalum menetapkan strategi perusahaan dan operasional. “Secara keseluruhan, holding akan berperan sebagai ‘manajemen strategis’ dengan beberapa pengecualian pada aktivitas tertentu seperti stakeholders management di mana holding akan berperan sebagai “manajemen aktif’,” papar Budi dalam presentasi.
Yang patut dicatat, perusahaan memiliki mekanisme legal yang terdiri dari lima mekanisme utama. Pertama, Surat Kuasa Khusus: memastikan penerapan hakholding kepada anggota seperti penunjukan manajemen dan panduan strategis pada area tertentu. Kedua, Anggaran Dasar Perusahaan: memastikan konsistensi implementasi dengan SKK yang ditugaskan kepada holding seperti penunjukan manajemen dan panduan strategis pada area tertentu. Ketiga, Dewan Komisaris, yaitu penetapan anggota Board of Commissioners (BoC)holding yang berasal dari instansi terkait, misalnya Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan Kementerian Lingkungan Hidup. Lalu, restrukturisasi komposisi BoC dengan anggota Board of Directors(BoD) dari holding.
Keempat,Pedoman Strategis Grup: merumuskan pedoman strategis grup yang mengatur peran serta interaksi holding dan anggota pada beberapa proses utama seperti fungsi komersial, strategic sourcing, serta pendanaan grup. Kelima, Komite-komite yang terlibat aktif dalam interaksi spesifik seperti Komite RM, GCG, serta Remunerasi dan Nominasi dalam pemantauan dan pengelolaan SDM.
Mengapa hal itu penting dilakukan? Budi menjelaskan mekanisme manajemen yang terdiri dari enam mekanisme manajemen utama, yaitu Key Performace Indicator (KPI) atau kontrak manajemen, yaitu melakukan cascading target finansial dan operasional sesuai dengan RJPP holding untuk setiap anggotaholding. Menggunakan KPI/kontrak manajemen ini sebagai referensi untuk tujuan pemantauan dan pelaporan. Kedua, Rapat Koordinasi, yaitu melaksanakan rapat koordinasi secara rutin, dihadiri komisaris utama dan direktur utama holding industri pertambangan.
Ketiga, Komite, yaitu mendirikan komite bersifat permanen yang fokus pada peran tertentu (jika diperlukan), menyusun charter yang meliputi objektif, peran, bujet, timeline, dll. dari komite tersebut. Keempat, Kelompok Kerja (Pokja), yaitu memanfaatkan yang ada saat ini dengan menetapkan definisi yang lebih jelas terkait objektif, KPI, proses bisnis, bujet, dll. Kelima, Divisi, yaitu menyusun fungsi baru/modifikasi dari divisi yang ada untuk menjalankan tugas tertentu seperti hubungan perusahaan dan regulator. Keenam, sistem manajemen kinerja, yaitu membangun sistem manajemen kinerja yang meliputi perencanaan, monitoring atas pelaksanaan, review, dan penilaian.
“Selain itu, kami juga membuat annual report sebagai langkah transparansi lain untuk Holding Industri Pertambangan (HIP), yaitu dengan menyajikan informasi pembentukan holding pada laporan tahunan masing-masing anggota holding,” kata Budi. Yang lain, perusahaan juga melakukan tanggung jawab sosial dan HIP menyajikan pelaksanaan program tanggung jawab sosial dan keberlanjutan dalam sustainability report. “Kami juga memiliki official website Inalum sebagai salah satu media informasi bagi stakeholders,” ujarnya.
Ke depan, perusahaan yang memiliki visi “Menjadi Perusahaan Global Terkemuka Berbasis Aluminium Terpadu Ramah Lingkungan” ini ingin menjadiworld class company. “Revenue kami sekarang US$ 4 miliar-5 miliar. Sementara Freeport revenue-nya US$ 7 miliar. Jadi kalau ditambahkan, US$ 12 miliar,” ungkap Budi sambil mengungkap, semua strategi bisnisnya berlandaskan padavalue perusahaan, yaitu Integrity, Safety, Responsibility, Openess, danProfesionalism. (*)
Ingin kost anda bersih maksimal tanpa mengeluarkan tenaga? segera hubungi jasa bersih kost jogja untuk solusi terbaik